Permen, kue, soft drink, jeli, dan susu kotak adalah beberapa jenis camilan yang paling digemari anak-anak. Namun, seluruh camilan ini juga memiliki persamaan lain, yakni mengandung pemanis buatan. Meskipun diperbolehkan, ada batasan konsumsi yang harus dipatuhi agar pemanis buatan tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan anak.
Mengenal pemanis buatan dan keunggulannya
Pemanis buatan merupakan bahan-bahan sintetis yang digunakan untuk menggantikan gula. Kendati lekat dengan istilah ‘sintetis’ dan ‘buatan’, pemanis yang banyak terdapat dalam produk kemasan ini biasanya dibuat dari bahan alami, termasuk gula pasir.
Gula pasir akan melewati serangkaian proses kimiawi sebelum menjadi pemanis buatan. Hasil akhir dari proses tersebut adalah pemanis buatan yang tingkat kemanisannya bisa mencapai 600 kali lipat dari bahan bakunya.
U.S. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan enam jenis pemanis buatan, yakni sakarin, asesulfam, aspartam, neotam, sukralosa, dan stevia. Di antara seluruh pemanis tersebut, sukralosa adalah yang paling sering digunakan.
Penggunaan pemanis buatan saat ini dinilai tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan anak. Pasalnya, pemanis buatan bukanlah gula atau karbohidrat yang memiliki dampak buruk jika dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Pemanis buatan juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan gula pasir, di antaranya:
- Tidak menyebabkan obesitas karena tidak mengandung kalori.
- Tidak menyebabkan gigi berlubang.
- Aman bagi penderita diabetes karena tidak meningkatkan kadar gula darah.
Adakah bahaya jangka panjang pemanis buatan bagi anak?
Pemanis buatan sering digunakan dalam produk-produk berlabel ‘diet’ atau ‘bebas-gula’. Mengingat kalorinya hanya nol, produk mengandung pemanis buatan juga diyakini dapat membantu menurunkan berat badan.
Namun, penelitian dalam jurnal Toxicological & Environmental Chemistry menunjukkan hasil sebaliknya. Anak-anak yang diberikan minuman mengandung pemanis buatan memiliki kadar plasma sukralosa darah yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa.
Meski tidak memiliki bahaya langsung untuk kesehatan, plasma sukralosa yang tinggi akibat konsumsi pemanis buatan akan bertahan dalam tubuh anak. Hal ini disebabkan karena ginjal anak belum mampu membuang zat berlebih secara efektif.
Tingginya konsumsi pemanis buatan pada anak-anak lantas dapat memengaruhi selera makan mereka saat dewasa. Seiring masa pertumbuhan, anak yang sering terpapar makanan mengandung pemanis buatan biasanya akan terus mengonsumsinya.
Mereka cenderung lebih banyak makan manis ketika tumbuh besar. Selain karena indra pengecapannya telah terbiasa dengan rasa manis, mereka pun mengonsumsi makanan manis lain karena menganggap pemanis buatan tidak memicu kegemukan.
Makanan manis yang tidak menggunakan pemanis buatan biasanya mengandung kalori berlebih. Seiring waktu, asupan kalori berlebih dari makanan manis dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, serta penyakit terkait gangguan metabolisme lainnya.
Bahaya pemanis buatan mungkin tidak langsung tampak pada anak. Padahal, konsumsi pemanis buatan dalam jumlah banyak bisa memengaruhi pola makan anak. Anak juga berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan di kemudian hari.
Untuk melindungi anak dari bahaya tersebut, orangtua dapat memberikan pemanis alternatif yang lebih aman. Misalnya, gula pasir, brown sugar, madu, atau sirup maple. Batasi pula asupannya agar anak terlatih untuk tidak mengonsumsinya secara berlebihan.
The post Apakah Pemanis Buatan Aman Dikonsumsi Anak-anak? appeared first on Hello Sehat.
Post a Comment
Post a Comment